CARA MENGHADAPI dan MENGATASI MUSIBAH
Musibah adalah sesuatuyang menimpa manusia. Sebagian orang menganggap bahwa musibah adalah sesuatu yang buruk yang menimpa manusia. Akan tetapi pada hakekatnya, musibah itu bisa berupa kesusahan maupun kesenangan.
Berikut ini adalah penjelasan secara gamblang tentang musibah dan cara-cara mengatasi atau melewati musibah sehingga kita tetap tegar dan tidak "hancur" karena musibah...
HAKEKAT MUSIBAH
Musibah adalah sesuatu yang menimpa manusia, bisa berupa kesusahan ataupun kesenangan (kenikmatan). Hal ini merupa-kan ujian/cobaan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar manusia kembali kepada jalan yang benar.Setiap manusia yang hidup pasti akan menerima ujian baik berupa kesusahan maupun kesenangan. Ketika mendapatkan musibah berupa kesusahan, seseorang harus bersabar dan ber-istirja’ (meyakini bahwa semua adalah milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan semua akan kembali kepadaNya) sehingga cobaan tidak terasa berat. Begitu pula jika ujian itu berupa kesenangan, maka ia harus lebih bersyukur.
Seorang mu’min tidak akan hancur karena kesusahan
dan tidak akan kufur karena kenikmatan.
dan tidak akan kufur karena kenikmatan.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah! Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (2/al-Baqarah: 214).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, dan mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (29/al-’Ankabuut: 2-3).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwal kamu.” (47/Muhammad: 31).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; diantara mereka ada orang-orang yang shaleh dan diantara mereka ada pula yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (ni’mat) yang baik dan (bencana) yang buruk agar mereka kembali (kepada kebenaran).” (7/al-A’raaf: 168).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikurniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan. (Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan, dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam prasangka (buruk). Disitulah diuji orang-orang mu’min dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat.” (33/al-Ahzaab: 9-11).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya harta-hartamu dan anak-anakmu adalah cobaan.” (64/at-Taghaabun: 15)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Berkatalah orang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab (Taurat & Zabur): “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala (Sulaiman) melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata: “Ini termasuk karunia Rabbku untuk mencobaku: Apakah aku bersyukur atau aku mengingkari (ni’matNya). Dan bagi siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan bagi siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (27/an-Naml: 40)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Dan sungguh Kami akan mengujimu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berilah berita gembira bagi orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata: Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun. Mereka itulah yang mendapat keberkatan dan rahmat dari Robb mereka serta mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (2/al-Baqa-rah: 155-157).
Rasulullah Sallallhu Alaihi Wasallam bersabda,
“Dunia (bagaikan) penjara orang mu’min dan surga orang kafir.” (HR. Muslim).
Berat dan ringannya musibah tergantung dari keimanan seseorang. Allah Subhanahu Wa Ta’ala sudah mengetahui kadar kesanggupan manusia dalam menerima musibah oleh karena itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak mungkin menimpakan sesuatu di luar batas kemampuan manusia. Hanya orang-orang berimanlah yang bisa melewati ujian-ujian berat dengan tetap tegar, dan mereka selalu bersyukur atas apa-apa yang diterimanya baik kenikmatan maupun ujian yang buruk serta selalu berharap ganjaran yang baik dari musibahnya itu.
Kesenangan maupun kesusahan yang menimpa seseorang merupakan ujian dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar ia kembali kepada jalanNya yang lurus. Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala hanya ingin mengingatkan hamba-hambaNya serta ingin memberi pahala. Dia tidak pernah memaksa seseorang untuk beriman, akan tetapi bagi siapa saja yang beriman, maka keimanannya itu adalah untuk kebaikan dirinya sendiri.
Kesenangan maupun kesusahan yang menimpa seseorang merupakan ujian dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar ia kembali kepada jalanNya yang lurus. Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala hanya ingin mengingatkan hamba-hambaNya serta ingin memberi pahala. Dia tidak pernah memaksa seseorang untuk beriman, akan tetapi bagi siapa saja yang beriman, maka keimanannya itu adalah untuk kebaikan dirinya sendiri.
KEMATIAN
Salah satu ujian bagi manusia adalah kematian. Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menjelaskan di dalam al-Qur’an bahwa kematian pasti datang.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (21/al-Anbiyaa: 35).
Di dunia ini tidak ada yang abadi. Orang-orang yang kita cintai telah meninggalkan kita, namun hakekatnya mereka sedang menuju kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk mempertanggung-jawabkan perbuatan-perbuatannya sewaktu masih hidup. Kitapun sama, sedang berjalan menuju kematian yang semakin hari berarti semakin dekat. Sadarilah…
Dari Ummu Salamah Radhiyallhu Anha. Isteri Nabi Sallallhu Alaihi Wasallam, dia berkata:
Saya mendengar Rasulullah Sallallhu Alaihi Wasallam bersabda: “Tidaklah seorang hamba Allah yang menimpa dirinya suatu musibah kemudian dia berkata: “innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun, allaahumma’ jurni fii mushiibati wa akhlif li khoiron minhaa” (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kami akan kembali kepadaNya, Ya Allah berilah ganjaran kebaikan dalam musibahku ini dan gantilah untukku yang lebih baik), kecuali Allah memberinya kebaikan dalam musibahnya itu dan menggantinya dengan yang lebih baik”. Dia (Ummu Salamah) berkata: Ketika Abu Salamah (suaminya) meninggal dunia, aku mengatakan sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah Sallallhu Alaihi Wasallam Maka kemudian Allah mengganti untukku yang lebih baik darinya (yaitu) Rasulullah Sallallhu Alaihi Wasallam.” (HR Muslim).
Berikutnya, dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallhu Anhu, Rasulullah Sallallhu Alaihi Wasallam bersabda:
“Ketika meninggal dunia seorang anak hamba Allah, Allah berfirman kepada malaikat: “Apakah kamu telah mencabut nyawa seorang anak hambaKu?” Mereka (malaikat) menjawab: “Ya”. Allah berfirman: “Engkau mengambil buah hatinya?” Mereka menjawab: “Ya” Allah berfirman: “Apa yang dikatakan hambaKu itu?” Mereka menjawab: “Dia memuji syukur kepada Engkau lalu beristirjaa’ (meyakini bahwa semua adalah milik Allah dan akan kembali kepadaNya)” Maka Allah berfirman: “Buatkanlah untuknya sebuah rumah di surga, dan berilah nama dengan baitul Hamd (rumah pujian)”. (HR Ahmad dan at-Tirmidzi).
Jika yang meninggal dunia adalah orang tua kita, maka tidak ada yang perlu disesali, karena penyesalan bukan jalan keluar yang baik. Apabila kita merasa belum banyak berbakti kepada mereka berdua, kinilah saatnya untuk berbakti, yaitu jadikanlah diri kita sebagai anak yang shaleh yang selalu mendo’akan mereka. Tidak ada lagi pahala yang dapat mengalir kepada orang yang telah meninggal dunia, kecuali shodaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shaleh yang mendo’akan orang tuanya.
KEHILANGAN
Harta benda pada hakekatnya lebih murah daripada apa-apa yang ada pada tubuh kita. Organ tubuh dan anggota badan merupakan aset manusia paling mahal bahkan tidak ternilai harganya. Oleh karena itu kita harus selalu yakin bahwa kita adalah orang yang kaya akan nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Ketika seseorang menderita sakit parah, maka berapapun besarnya biaya akan dikeluarkan demi mendapatkan kesehatan meskipun yang dikeluarkannya itu bernilai ratusan juta rupiah bahkan milyaran. Ini menunjukkan bahwa betapa mahalnya organ tubuh dan anggota badan manusia.
Selain itu ada pula kenikmatan lain yang kita dapatkan dengan cuma-cuma yaitu udara. Udara ibarat bahan bakar bagi tubuh kita. Berapa banyak udara yang kita hirup pada setiap harinya dan sudah berapa lama kita menghirupnya dan tentunya berapa biaya yang harus kita bayar jika kita harus membelinya?
Oleh karena itu ketika kita kehilangan sesuatu yang kita cintai, maka berfikirlah dengan jernih; bahwa sesuatu yang telah hilang dari kita itu sangatlah tidak berarti jika dibandingkan dengan kenikmatan-kenikmatan yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala berikan kepada kita.
Kita dan apa-apa yang kita miliki pada hakekatnya adalah milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala oleh karena itu kita harus rela jika suatu saat Allah Subhanahu Wa Ta’ala ingin mengambilnya.
Ketika seseorang menderita sakit parah, maka berapapun besarnya biaya akan dikeluarkan demi mendapatkan kesehatan meskipun yang dikeluarkannya itu bernilai ratusan juta rupiah bahkan milyaran. Ini menunjukkan bahwa betapa mahalnya organ tubuh dan anggota badan manusia.
Selain itu ada pula kenikmatan lain yang kita dapatkan dengan cuma-cuma yaitu udara. Udara ibarat bahan bakar bagi tubuh kita. Berapa banyak udara yang kita hirup pada setiap harinya dan sudah berapa lama kita menghirupnya dan tentunya berapa biaya yang harus kita bayar jika kita harus membelinya?
Oleh karena itu ketika kita kehilangan sesuatu yang kita cintai, maka berfikirlah dengan jernih; bahwa sesuatu yang telah hilang dari kita itu sangatlah tidak berarti jika dibandingkan dengan kenikmatan-kenikmatan yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala berikan kepada kita.
Kita dan apa-apa yang kita miliki pada hakekatnya adalah milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala oleh karena itu kita harus rela jika suatu saat Allah Subhanahu Wa Ta’ala ingin mengambilnya.
Anas bin Malik Radhiyallhu Anhu berkata:
“Aku mendengar Rasulullah Sallallhu Alaihi Wasallam besabda: “Sesungguhnya Allah berfirman: Apabila Aku menguji seorang hambaKu dengan (mencabut penglihatan) kedua (matanya) yang ia cintai, kemudian ia bersabar, maka Aku akan mengganti keduanya itu dengan surga.” (HR al-Bukhari).
Dari Abu Hurairah Radhiyallhu Anhu, Nabi Sallallhu Alaihi Wasallam bersabda:
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Siapa-siapa yang Aku hilangkan (penglihatan) kedua (matanya) yang ia cintai, lalu ia bersabar dan mengharap (pahala dari Allah), maka Aku tidak ridho memberikan ganjaran untuknya kecuali surga.” (HR. at-Tirmidzi).
Musibah berupa kehilangan anggota tubuh lebih berat daripada musibah kehilangan harta. Islam mengajarkan agar bersabar, kembali kepada jalan kebenaran serta memohon pahala dari musibah tersebut. Akan tetapi masih ada segelintir orang yang kehilangan harta, terjerat hutang dan jatuh miskin, mereka tidak sabar, lalu menjual aqidahnya dengan rupiah. Al’Iyaadzu billaah. Kesusahan maupun kenikmatan adalah saat yang tepat bagi syaithan untuk merayu dan mengajak manusia kepada kesesatan.
Mati kelaparan dalam keadaan Islam
lebih mulia daripada hidup sebagai kafir
dengan kenikmatan yang sedikit
dan juga sebentar
lebih mulia daripada hidup sebagai kafir
dengan kenikmatan yang sedikit
dan juga sebentar
Allah Subhanahu Wa Ta’ala lebih tahu tentang orang-orang yang layak disesatkan dan orang-orang yang layak mendapatkan petunjukNya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Allah tidak zhalim kepada mereka (orang-orang kafir), akan tetapi merekalah yang menzhalimi diri mereka sendiri.” (3/ali ‘Imran: 117).
Ingatlah bahwa:
Setelah kesusahan akan datang kemudahan…
SUDAH TERTULIS
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Tidaklah suatu musibah yang menimpa baik di bumi maupun pada diri kamu sendiri, kecuali (semua itu sudah tertulis) di dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka atas apa-apa yang luput darimu, dan jangan terlalu gembira (sombong) atas apa-apa yang (Allah) berikan kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (57/al-Hadiid: 22-23).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu maka tidak ada yang dapat menolak karuniaNya. Dia memberikan (kebaikan) kepada siapa yang Ia kehendaki dari hamba-hambaNya. Dan Dia Maha Pengampun juga Maha Penyayang”. (10/Yunus: 107).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menuliskan taqdir sebelum menciptakan bumi dan manusia. Dia mengetahui niat baik dan niat buruk yang ada di hati manusia maupun langkah-langkah apa yang akan dipilih dalam kehidupannya nanti, baik itu langkah yang benar maupun langkah yang salah.
Begitu pula dengan jalan kehidupan milyaran manusia sejak pertama diciptakan sampai akhir zaman sudah dituliskan di dalam sebuah kitab (lauh mahfuzh). Yang demikian itu sangat rumit menurut manusia, akan tetapi bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala hal itu adalah sebuah perbuatan yang teramat mudah. Allah Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Kasih, Maha Keras siksaNya, dan Maha Kuasa untuk berbuat apa saja yang Ia kehendaki.
Begitu pula dengan jalan kehidupan milyaran manusia sejak pertama diciptakan sampai akhir zaman sudah dituliskan di dalam sebuah kitab (lauh mahfuzh). Yang demikian itu sangat rumit menurut manusia, akan tetapi bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala hal itu adalah sebuah perbuatan yang teramat mudah. Allah Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Kasih, Maha Keras siksaNya, dan Maha Kuasa untuk berbuat apa saja yang Ia kehendaki.
Dari Ibnu Abbas Radhiyallhu Anhu berkata:
“Saya berada di belakang Rasulullah Sallallhu Alaihi Wasallam pada suatu hari dan beliau bersabda: “Hai nak! Aku akan mengajarkanmu beberapa perkataan: Jagalah (dien) Allah niscaya Allah akan menjagamu, jagalah (dien) Allah maka engkau akan mendapatiNya di hadapanmu, jika engkau memohon, maka mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya seluruh manusia berkumpul untuk memberikan kebaikan kepadamu, maka mereka tidak akan mampu memberikannya kepadamu selain apa-apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Dan seandainya mereka semua berkumpul untuk mencelakakan kamu maka mereka tidak akan mampu mencelakakanmu kecuali apa-apa yang telah ditetapkan Allah atas kamu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah mengering”. (HR. at-Tirmidzi).
Dalam hadits lain, Nabi Sallallhu Alaihi Wasallam bersabda:
“Seandainya Allah mengadzab penghuni langit dan penghuni bumiNya maka Dia tidak zhalim, dan apabila Allah memberi rahmat kepada mereka maka rahmatNya itu lebih baik daripada amal-amal yang telah mereka perbuat. Jika engkau mempunyai emas sebesar Uhud atau semisal dengan gunung Uhud lalu engkau menginfaqkannya di jalan Allah, maka Allah tidak akan menerima amalan tersebut sehingga engkau beriman kepada qadar dan mengetahui bahwa apa-apa yang (ditaqdirkan) menimpamu tidak akan luput darimu, dan apa-apa yang tidak (ditaqdirkan) menimpamu maka tidak akan pernah menimpamu. Dan sesungguhnya jika engkau mati (dalam keadaan mengimani) selain daripada hal ini, engkau masuk neraka”. (HR Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad).
AKIBAT TANGAN MANUSIA
Sebagaimana telah dijelaskan di dalam al-Qur’an bahwa ketika awal penciptaan Adam j, para malaikat bertanya atas pengangkatan manusia sebagai khalifah di muka bumi sedangkan manusia itu adalah makhluk yang sering membuat kerusakan dan menumpahkan darah. Dan kita bisa melihat ayat-ayat lain yang menyatakan bahwa manusia pada umumnya mempunyai sifat buruk.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Ingatlah ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan (manusia sebagai) khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu (orang) yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” (Allah) berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa-apa yang tidak kamu ketahui.” (2/al-Baqarah: 30).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus”.(75/al-Qiyaamah: 5).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Ketahuilah, sesungguhnya manusia itu benar-benar melampaui batas”. (96/al-’Alaq:6).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.”(70/al-Ma’aarij :19-21).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Adapun manusia itu apabila RobbNya mengujinya dengan memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata: “Robbku telah memuliakanku”. Dan apabila Robbnya mengujinya dengan membatasi rizqinya, maka dia berkata: “Robbku menghinakanku”. (89/al-Fajr:15-16).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu adalah dalam keadaan merugi. Kecuali orang-orang yang beriman , beramal shaleh, saling menasehati dalam kebenaran, dan saling menasehati dalam kesabaran”. (103/al-’Ashr: 1-3).
Dalam sebuah hadits qudsi, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Wahai hamba-hambaKu, kamu semua dalam kesesatan, kecuali orang-orang yang Aku beri petunjuk, maka mintalah petunjukKu niscaya Aku memberimu petunjuk.” (HR Muslim).
Pada umumnya manusia condong untuk berbuat maksiat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kecuali orang-orang yang diberi petunjuk olehNya. Dengan berkembangnya maksiat maka akan menyebabkan kekacauan dan kerusakan di bumi ini, dan sudah barang tentu ada pihak yang menjadi korban.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Dan Apa saja musibah yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tangan-tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (42/asy-Syuura: 30)
Musibah yang menimpa manusia adalah karena perbuatan dosa terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala maupun terhadap sesamanya. Akantetapi Allah Subhanahu Wa Ta’ala masih dapat memaafkan kesalahan hamba-hambaNya yang Ia kehendaki.
MANUSIA BISA MEMILIH (Berbuat Baik Atau Buruk)
Dalam hal perbuatan, manusia bisa memilih jalan apa yang akan ia tempuh, akan tetapi hanya dengan izin Allah Subhanahu Wa Ta’ala sehingga ia bisa menempuh jalan itu.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Dan katakanlah: kebenaran itu (datangnya) dari Robbmu, maka yang ingin (beriman), berimanlah, dan yang ingin (kafir), kafirlah. Sesungguhnya Kami telah menyediakan untuk orang-orang zhalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka”. (18/al-Kahfi: 29).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Al-Qur’an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. (Yaitu) bagi siapa saja diantara kamu yang ingin menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila Allah Pemelihara semesta alam menghendaki”. (81/at-Takwiir: 27-29).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“(Orang-orang yang beriman berkata): Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini, dan kami tidak akan mendapat petunjuk apabila Allah tidak memberi petunjuk kepada kami”. (7/al-A’raaf: 43).
Dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallhu Anhu beliau berkata:
Ketika itu kami duduk bersama Nabi Sallallhu Alaihi Wasallam , di tangan beliau ada sebatang kayu, lalu beliau menghentakkannya ke bumi kemudian mengangkat kepalanya seraya bersabda: “Tidaklah seseorang di antara kalian kecuali sudah dientukan tempatnya di surga dan tempatnya di neraka” lalu ditanyakan kepada beliau: “Ya Rasulullah, kalau demikian kami pasrahkan kepada Allah (tidak perlu beramal)?” (Rasulullah a) menjawab: “Tidak! Berbuatlah! Maka setiap orang akan dimudahkan (jalannya) menuju tempat ia ditaqdirkan” lalu beliau membacakan:
“Adapun orang-orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun bagi orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup (tidak memerlukan pertolongan Allah dan tidak bertaqwa), dan mendustakan pahala terbaik, maka Kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar”. (92/al-Lail: 5-10)”. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Hurairah Radhiyallhu Anhu, Rasulullah Sallallhu Alaihi Wasallam bersabda:
“Mu’min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mu’min yang lemah, dan masing-masing mempunyai kebaikan. Banyakilah hal-hal yang mendatangkan manfaat bagimu, mintalah pertolongan dari Allah dan jangan bermalas-malasan. Dan apabila engkau ditimpa musibah, maka janganlah mengatakan: kalau saja aku berbuat demikian maka akan begini dan begini, akan tetapi katakanlah: Qadarullahi Wa maa syaa’a fa’al (adalah taqdir Allah, dan apa saja yang Ia kehendaki, Ia lakukan). Karena sesungguhnya kata “kalau” membuka jalan perbuatan syaithan”. (HR. Muslim).
UNTUK MENGHAPUS DOSA
Semua orang akan sepakat atas pernyataan ini:
Lebih baik disiksa di dunia
daripada disiksa di neraka
daripada disiksa di neraka
karena siksa neraka amatlah pedih dan lama. Oleh karena itu, apabila kita mendapat musibah, maka bersyukurlah karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala masih sayang kepada kita dengan memberi peringatan agar segera bertaubat kepadaNya. Kemudian Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan memberikan pula ampunan kepada hamba-hambaNya yang Ia kehendaki dalam musibahnya itu.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Dan apa saja musibah yang menimpamu adalah karena (perbuatan) tangan-tanganmu, dan (Allah) memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”. (42/asy-Syuura: 30).
Berikut ini hadits dari Abu Hurairah Radhiyallhu Anhu bahwa Rasulullah Sallallhu Alaihi Wasallam bersabda:
“Tidaklah yang menimpa seorang muslim berupa kelelahan, penyakit yang terus-menerus, kekhawatiran, kesedihan, sesuatu yang menyakitkan, dan duka cita, bahkan duri yang menusuk dirinya sekalipun, kecuali Allah menghapuskan dosa-dosanya dengan musibah itu”. (HR. al-Bukhari).
Rasulullah Sallallhu Alaihi Wasallam bersabda,
“Sesungguhnya seorang hamba Allah apabila telah (ditentukan) baginya oleh Allah sebuah tempat (di surga) dan dia belum (dapat) mencapainya (disebabkan) dengan amalnya (yang tidak cukup), maka Allah memberinya cobaan ditubuhnya atau hartanya ataupun pada anaknya. Abu Daud berkata bahwa Ibnu Nufail menambahkan: kemudian Allah membuat dia menjadi sabar atas musibahnya itu sehingga tercapailah amalannya lalu Allah menyampaikannya ke tempat itu (di surga, sebagaimana) yang telah dituliskan untuknya oleh Allah Ta’aala”. (HR. Abu Daud).
TAUBAT DAN BERAMAL SHALEH
Allah Subhanahu Wa Ta’ala Maha Adil; ketika hamba-hambaNya berbuat dosa maka mereka diberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Bagi siapa saja yang bertaubat, kemudian beriman dan diikuti dengan amal-amal shaleh, maka kesalahannya akan diganti dengan kebaikan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bertaubat; Langkah pertama adalah menyesali perbuatan-perbuatan dosa, lalu membenci perbuatan-perbuatan dosa tersebut, kemudian berjanji untuk tidak mengulanginya lagi, dan selanjutnya menghiasi hari-harinya dengan berbuat amal shaleh.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bertaubat; Langkah pertama adalah menyesali perbuatan-perbuatan dosa, lalu membenci perbuatan-perbuatan dosa tersebut, kemudian berjanji untuk tidak mengulanginya lagi, dan selanjutnya menghiasi hari-harinya dengan berbuat amal shaleh.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shaleh, maka mereka itulah yang keburukan-keburukannya diganti oleh Allah dengan kebaikan-kebaikan. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (25/al-Furqaan: 70).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Dan orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri mereka sendiri, mereka ingat akan Allah lalu memohon ampun atas dosa-dosa mereka. Siapa yang mengampuni dosa-dosa selain daripada Allah? Dan Mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu sedangkan mereka mengetahui.
Mereka itu balasannya adalah ampunan dari Robbmereka dan surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. (Itulah) sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal (shaleh). (3/ali ‘Imran:135-136).
Mereka itu balasannya adalah ampunan dari Robbmereka dan surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. (Itulah) sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal (shaleh). (3/ali ‘Imran:135-136).
Adapun amal shaleh adalah perbuatan yang baik dan benar (berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah ash-Shohiihah). Apabila baik saja tetapi tidak benar, maka perbuatan itu dilarang, contoh: seseorang melakukan shalat zhuhur lebih dari empat rakaat, dengan alasan bahwa shalat adalah perbuatan baik dan ia ingin lebih bersyukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Shalat dan bersyukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah perbuatan baik, akan tetapi jika tidak mengikuti aturanNya, maka hal itu bukan kebaikan lagi.
Berikut ini adalah perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala bahwa setiap mu’min harus berpegang kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala (al-Qur’an) dan RasulNya (as-Sunnah ash-Shohiihah):
Berikut ini adalah perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala bahwa setiap mu’min harus berpegang kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala (al-Qur’an) dan RasulNya (as-Sunnah ash-Shohiihah):
“Hai orang-orang yang beriman ta’atlah kamu kepada Allah, kepada Rasul(Nya), dan kepada ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah perkara itu kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (4/an-Nisaa: 59).
Rasulullah Sallallhu Alaihi Wasallam bersabda,
“Sesungguhnya aku tinggalkan (suatu perkara) kepadamu yang jika kamu berpegang teguh kepadanya maka kamu tidak akan sesat selama-lamanya, (yaitu) Kitaabullah dan Sunnah NabiNya”. (HR al-Hakim).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka ambillah dan apa-apa yang dilarangnya darimu maka tinggalkanlah”. (59/al-Hasyr: 7).
Untuk mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung didalam al-Qur’an, maka kita harus menjadikan Rasulullah Sallallhu Alaihi Wasallam sebagai suri teladan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Untuk mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung didalam al-Qur’an, maka kita harus menjadikan Rasulullah Sallallhu Alaihi Wasallam sebagai suri teladan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik untuk kamu”. (33/al-Ahzaab: 21).
Dalam hadits lain disebutkan bahwa akhlaq Nabi Sallallhu Alaihi Wasallam adalah al-Qur’an, sehingga akhlaq seorang muslim akan sempurna jika mengikuti ajaran Islam dengan baik dan benar.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu ni’matKu, dan telah Kuridhoi bagimu Islam sebagai dien (pedoman hidup)”. (5/al-Maa-idah: 3).
Oleh karena ajaran Islam telah sempurna, maka tidak layak bagi manusia untuk membuat aturan-aturan baru dalam urusan agama.
Nabi Sallallhu Alaihi Wasallam bersabda;
“Siapa-siapa yang mengada-adakan hal baru didalam urusan (agama) kami ini yang bukan dari padanya maka ia tertolak”. (HR al-Bukhari).
Hal yang paling pokok dalam perkara ibadah adalah ridho Allah Subhanahu Wa Ta’ala . Oleh karena itu amalan-amalan yang tidak sesuai dengan apa-apa yang diajarkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan RasulNya sudah pasti tidak diridhai.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa dan adalah ‘arsyNya di atas air, agar Dia mengujimu siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya”. (11/Huud: 7).
Ayat di atas antara lain menjelaskan tentang “ahsanu amalan” yaitu amalan yang baik (dan benar), bukan “aktsaru amalan” (amalan yang banyak). Setelah mengetahui bahwa amalan itu adalah baik (dan benar) maka barulah kita berlomba-lomba dalam kebaikan, sebagaimana diterangkan dalam ayat yang lain.
Jika seseorang belum banyak mengetahui amalan-amalan yang baik dan benar, sedangkan telah terbiasa dengan amalan-amalan yang dasar hukumnya tidak kuat bahkan tidak jelas (salah), maka disabdakan dalam sebuah hadits;
Jika seseorang belum banyak mengetahui amalan-amalan yang baik dan benar, sedangkan telah terbiasa dengan amalan-amalan yang dasar hukumnya tidak kuat bahkan tidak jelas (salah), maka disabdakan dalam sebuah hadits;
“Sesungguhnya perbuatan yang paling disukai Allah adalah yang terus-menerus, walaupun (amalan itu) sedikit”. (HR al-Bukhari).
Ingatlah bahwa syaithan selalu mengelabui manusia dengan menghiasi keburukan-keburukan seakan-akan hal tersebut terlihat seperti kebaikan. Hati-hatilah terhadap sesuatu yang kita anggap ibadah padahal hal itu adalah kemasan syaithan yang menyesatkan.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, maka aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan-perbuatan buruk) di muka bumi ini, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hambaMu yang mukhlishiin di antara mereka”. Allah berfirman: “Ini adalah jalan yang lurus, (kewajiban) Kulah (menjaganya). Sesungguhnya hamba-hambaKu, tidak ada kekuatan bagimu atas mereka, kecuali siapa saja yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat”. (15/al-Hijr : 39-42)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui dan kamu tidak mengetahui”.(2/al-Baqarah: 216).
Mintalah ampunan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan jangan mengikuti keinginan syaithan. Betapa ruginya orang-orang yang merasa telah banyak melakukan “ibadah” akan tetapi pada hari kebangkitan nanti, amalan-amalan itu tertolak dan tidak dianggap sebagai kebaikan, karena amalan-amalannya itu ternyata kemasan syaithan yang menyesatkan.
Perkara-perkara baru dalam urusan agama yang tidak pernah diajarkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan RasulNya merupakan kesesatan yang dapat menghantarkan pelakunya kedalam api neraka. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjaga kita semua dari hal-hal yang demikian.
Perkara-perkara baru dalam urusan agama yang tidak pernah diajarkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan RasulNya merupakan kesesatan yang dapat menghantarkan pelakunya kedalam api neraka. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjaga kita semua dari hal-hal yang demikian.
SABAR DAN SHALAT
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolong kamu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (2/al-Baqarah: 153).
“Wahai anakku, dirikanlah shalat, dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan mungkar, dan bersabarlah terhadap apa-apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu adalah termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (31/Luqman: 17).
Sabar ketika mendapatkan musibah membuat seseorang dapat berfikir jernih, sehingga tidak ada celah-celah bagi syaithan untuk masuk menggoda.
Pertama-tama kita harus memahami tentang hakekat musibah. Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, bahwa setiap orang akan diuji oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala baik berupa kesenangan ataupun kesusahan. Ujian tersebut pasti akan datang dan itu adalah peringatan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar manusia kembali kepada jalan yang benar. Ujian berupa kesenangan atau kesusahan sudah dituliskan bagi setiap manusia, sehingga tidak akan luput darinya, begitu pula dengan sesuatu yang tidak ditaqdirkan bagi seseorang, maka tidak akan pernah sampai kepadanya. Selain itu, dengan musibah, dosa-dosa seseorang dapat dihapuskan.
Dengan demikian, seorang mu’min tidak akan mengeluah atas musibah yang menimpanya, bahkan ia berharap mendapat balasan yang baik dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas musibahnya itu. Adapun perasaan sedih dan tetesan air mata adalah hal yang wajar karena manusia adalah makhluk yang mempunyai perasaan. Hal yang dilarang adalah menjerit-jerit/meronta-ronta dalam kesedihan, karena yang demikian itu sama dengan tidak rela atas pemberian Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan kita yang sebelumnya tidak ada di dalam dunia ini, lalu memberi kita segala macam kenikmatan, mulai dari pendengaran, penglihatan, hati serta kenikmatan duniawi lainnya. Sehingga kalau kita cermati, pemberian Allah Subhanahu Wa Ta’ala berupa kenikmatan jauh lebih banyak daripada musibah yang diujikan berupa kesusahan.
Sebagai perwujudan dari rasa syukur adalah taat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, antara lain yaitu mendirikan shalat maktuubah (shalat lima waktu), serta shalat-shalat sunnah baik rawaatib maupun nawaafil.
Shalat antara lain sebagai penolong. Seseorang yang mempunyai masalah, biasanya akan merasa lega setelah curhat dan mendapat masukan yang positif. Islam mengajarkan manusia untuk mendirikan shalat sekurang-kurangnya lima kali dalam sehari. Disitulah seseorang dapat mencurahkan isi hatinya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bahkan sebelum berdo’a untuk mencurahkan isi hatinya, ketika ia membaca ayat-ayat al-Qur’an didalam shalat, hatinya telah menjadi tenteram.
Pertama-tama kita harus memahami tentang hakekat musibah. Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, bahwa setiap orang akan diuji oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala baik berupa kesenangan ataupun kesusahan. Ujian tersebut pasti akan datang dan itu adalah peringatan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar manusia kembali kepada jalan yang benar. Ujian berupa kesenangan atau kesusahan sudah dituliskan bagi setiap manusia, sehingga tidak akan luput darinya, begitu pula dengan sesuatu yang tidak ditaqdirkan bagi seseorang, maka tidak akan pernah sampai kepadanya. Selain itu, dengan musibah, dosa-dosa seseorang dapat dihapuskan.
Dengan demikian, seorang mu’min tidak akan mengeluah atas musibah yang menimpanya, bahkan ia berharap mendapat balasan yang baik dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas musibahnya itu. Adapun perasaan sedih dan tetesan air mata adalah hal yang wajar karena manusia adalah makhluk yang mempunyai perasaan. Hal yang dilarang adalah menjerit-jerit/meronta-ronta dalam kesedihan, karena yang demikian itu sama dengan tidak rela atas pemberian Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan kita yang sebelumnya tidak ada di dalam dunia ini, lalu memberi kita segala macam kenikmatan, mulai dari pendengaran, penglihatan, hati serta kenikmatan duniawi lainnya. Sehingga kalau kita cermati, pemberian Allah Subhanahu Wa Ta’ala berupa kenikmatan jauh lebih banyak daripada musibah yang diujikan berupa kesusahan.
Sebagai perwujudan dari rasa syukur adalah taat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, antara lain yaitu mendirikan shalat maktuubah (shalat lima waktu), serta shalat-shalat sunnah baik rawaatib maupun nawaafil.
Shalat antara lain sebagai penolong. Seseorang yang mempunyai masalah, biasanya akan merasa lega setelah curhat dan mendapat masukan yang positif. Islam mengajarkan manusia untuk mendirikan shalat sekurang-kurangnya lima kali dalam sehari. Disitulah seseorang dapat mencurahkan isi hatinya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bahkan sebelum berdo’a untuk mencurahkan isi hatinya, ketika ia membaca ayat-ayat al-Qur’an didalam shalat, hatinya telah menjadi tenteram.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (13/ar-Ra’d: 28).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” (17/al-Israa: 82).
Selain menenteramkan hati, antara waktu shalat ke waktu shalat berikutnya ada ampunan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala bagi hamba-hambaNya yang Ia kehendaki.
Ketika seseorang dihadapkan dengan suatu pilihan, maka Islam mengajarkan shalat istikharah yaitu meminta pilihan yang terbaik. Seseorang tidak akan menyesali ketika hatinya telah mantap dengan pilihannnya itu meskipun tidak sesuai dengan yang diharapkannya. Yang buruk menurut seseorang bisa jadi akan mendatangkan kebaikan baginya.
Berikut ini adalah do’a istikharah, diambil dari sebuah hadits yang disampaikan oleh Jabir bin Abdillah Radhiyallhu Anhu dan diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari Rahimahullahu,
Ketika seseorang dihadapkan dengan suatu pilihan, maka Islam mengajarkan shalat istikharah yaitu meminta pilihan yang terbaik. Seseorang tidak akan menyesali ketika hatinya telah mantap dengan pilihannnya itu meskipun tidak sesuai dengan yang diharapkannya. Yang buruk menurut seseorang bisa jadi akan mendatangkan kebaikan baginya.
Berikut ini adalah do’a istikharah, diambil dari sebuah hadits yang disampaikan oleh Jabir bin Abdillah Radhiyallhu Anhu dan diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari Rahimahullahu,
Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallhu Anhu, dia berkata; Rasulullah Sallallhu Alaihi Wasallam pernah mengajarkan istikharah kepada kami dalam (segala) urusan, sebagaimana beliau mengajari kami surat dari Al-Qur’an. Beliau bersabda; Jika salah seorang di antara kalian berkeinginan keras untuk melakukan sesuatu, maka hendaklah dia mengerjakan shalat dua rakaat di luar shalat wajib, dan hendaklah dia mengucapkan :
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon petunjuk kepadaMu dengan ilmuMu, memohon ketetapan dengan kekuasanMu, dan aku memohon karuniaMu yang sangat agung, karena sesungguhnya Engkau berkuasa sedang aku tidak kuasa, Engkau mengetahui sedang aku tidak mengetahui, dan Engkau Maha Mengetahui segala yang ghaib.
Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini lebih baik bagi diriku dalam agama, kehidupan, dan akhir urusanku (atau mengucapkan : Baik dalam waktu dekat maupun yang akan datang), maka tetapkanlah ia bagiku dan mudahkanlah ia untukku. Kemudian berikan berkah kepadaku didalamnya.
Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk bagiku dalam agama, kehidupan dan akhir urusanku (atau mengucapkan: Baik dalam waktu dekat maupun yang akan datang), maka jauhkanlah urusan itu dariku dan jauhkan aku darinya, serta tetapkanlah yang baik itu bagiku dimanapun kebaikan itu berada, kemudian jadikanlah aku orang yang ridha dengan ketetapan tersebut” Beliau bersabda: dan sebutkan urusannya.
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon petunjuk kepadaMu dengan ilmuMu, memohon ketetapan dengan kekuasanMu, dan aku memohon karuniaMu yang sangat agung, karena sesungguhnya Engkau berkuasa sedang aku tidak kuasa, Engkau mengetahui sedang aku tidak mengetahui, dan Engkau Maha Mengetahui segala yang ghaib.
Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini lebih baik bagi diriku dalam agama, kehidupan, dan akhir urusanku (atau mengucapkan : Baik dalam waktu dekat maupun yang akan datang), maka tetapkanlah ia bagiku dan mudahkanlah ia untukku. Kemudian berikan berkah kepadaku didalamnya.
Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk bagiku dalam agama, kehidupan dan akhir urusanku (atau mengucapkan: Baik dalam waktu dekat maupun yang akan datang), maka jauhkanlah urusan itu dariku dan jauhkan aku darinya, serta tetapkanlah yang baik itu bagiku dimanapun kebaikan itu berada, kemudian jadikanlah aku orang yang ridha dengan ketetapan tersebut” Beliau bersabda: dan sebutkan urusannya.
HIKMAH DIBALIK KESABARAN
Seseorang mengisahkan pengalamannya sewaktu bekerja di luar negeri. Sebelum berangkat, ia membayangkan betapa nikmatnya bekerja di luar negeri sebagaimana yang telah ia dengar dari rekan-rekannya.
Keberangkatannya itu adalah kali yang pertama. Ia belum banyak menguasai bahasa asing. Dan iapun sering mendengar keluhan tentang permasalahan kerja antara karyawan dengan atasannya yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman bahasa.
Masa-masa rawan ketika pertama kali tiba di negeri seberang adalah tiga bulan pertama (bisa sampai enam bulan bahkan satu tahun) setelah itu biasanya seseorang akan merasa betah dan mulai menikmati negeri orang.
Masa-masa itu akhirnya datang juga kepadanya. Kala itu, terjadi perselisihan antara dia dan atasannya, sehingga kantor memutuskan untuk memulangkannya ke Indonesia.
Ia menolak dipulangkan dengan alasan bahwa ia meninggalkan negerinya untuk mencari nafkah dan meraih impian. Selain itu, ia telah banyak mengeluarkan uang untuk mengurus proses keberangkatan, ditambah lagi susahnya mencari pekerjaan sebagaimana yang telah dialaminya selama ini.
Dengan penuh kesabaran dan terus berusaha keras meyakinkan atasannya, serta dibarengi dengan do’a dan shalat istikharah, akhirnya dengan izin Allah Subhanahu Wa Ta’ala, luluhlah hati atasannya dan iapun diperkenankan pindah kerja namun harus membayar ganti-rugi.
Singkat cerita; ternyata dengan pekerjaannya yang baru itu, ia mendapat penghasilan yang berlipat-lipat bahkan beberapa kali mengalami kenaikan karena prestasinya yang baik dan banyak menguntungkan perusahaan. Berkat kehendak Allah…
Ini adalah salah satu dari sekian banyak contoh tentang kesabaran, berfikir jernih, serta selalu memohon petunjuk kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena pada hakekatnya, hanya Dia Yang Mengetahui akibat baik dan akibat buruk dari jalan yang akan kita pilih.
Keberangkatannya itu adalah kali yang pertama. Ia belum banyak menguasai bahasa asing. Dan iapun sering mendengar keluhan tentang permasalahan kerja antara karyawan dengan atasannya yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman bahasa.
Masa-masa rawan ketika pertama kali tiba di negeri seberang adalah tiga bulan pertama (bisa sampai enam bulan bahkan satu tahun) setelah itu biasanya seseorang akan merasa betah dan mulai menikmati negeri orang.
Masa-masa itu akhirnya datang juga kepadanya. Kala itu, terjadi perselisihan antara dia dan atasannya, sehingga kantor memutuskan untuk memulangkannya ke Indonesia.
Ia menolak dipulangkan dengan alasan bahwa ia meninggalkan negerinya untuk mencari nafkah dan meraih impian. Selain itu, ia telah banyak mengeluarkan uang untuk mengurus proses keberangkatan, ditambah lagi susahnya mencari pekerjaan sebagaimana yang telah dialaminya selama ini.
Dengan penuh kesabaran dan terus berusaha keras meyakinkan atasannya, serta dibarengi dengan do’a dan shalat istikharah, akhirnya dengan izin Allah Subhanahu Wa Ta’ala, luluhlah hati atasannya dan iapun diperkenankan pindah kerja namun harus membayar ganti-rugi.
Singkat cerita; ternyata dengan pekerjaannya yang baru itu, ia mendapat penghasilan yang berlipat-lipat bahkan beberapa kali mengalami kenaikan karena prestasinya yang baik dan banyak menguntungkan perusahaan. Berkat kehendak Allah…
Ini adalah salah satu dari sekian banyak contoh tentang kesabaran, berfikir jernih, serta selalu memohon petunjuk kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena pada hakekatnya, hanya Dia Yang Mengetahui akibat baik dan akibat buruk dari jalan yang akan kita pilih.
Kadang-kadang ,
untuk meraih sebuah kesuksesan,
kita harus membelinya dengan kesusahan
untuk meraih sebuah kesuksesan,
kita harus membelinya dengan kesusahan
KISAH NABI MUSA Alaihissalam DAN NABI KHIDR Alaihissalam
” Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melubanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melubangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?” Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.
Dia (Khidhr) berkata: “Bukankah aku telah berkata: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku”.
Musa berkata: “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku”.
Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar”.
Khidhr berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?”
Musa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku”.
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”.
Khidhr berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; nanti akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.
Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.
Dan adapun anak itu, kedua orangtuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu-bapaknya).
Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. (18/al-Kahfi: 71-82).
Dia (Khidhr) berkata: “Bukankah aku telah berkata: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku”.
Musa berkata: “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku”.
Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar”.
Khidhr berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?”
Musa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku”.
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”.
Khidhr berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; nanti akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.
Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.
Dan adapun anak itu, kedua orangtuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu-bapaknya).
Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. (18/al-Kahfi: 71-82).
Kita baru menyadari bahwa apa-apa yang telah dilakukan oleh Nabi Khidr Alaihissalam itu adalah bukan perbuatan zhalim setelah kita mendapat penjelasan.
Kalau demikian bagaimana dengan apa-apa yang dilakukan Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada hamba-hambaNya?
Allah Subhanahu Wa Ta’ala Maha Adil dan Maha Bijaksana.
DAFTAR PUSTAKA
1. Terjemahan Mushaf al-Qur’anul Karim
2. Tafsir Ibnu Katsir
3. Tafsir al-Qurthubi
4. Shahih al-Bukhari
5. Shahih Muslim
6. Al-Musnad Imam Ahmad
7. Sunan Abi Daud
8. Sunan at-Tirmidzi
9. Shahih al-Ahadits al-Qudsiyyah (Syaikh Musthofa al-’Adawi)
10. Silsilah al-Ahadits adh-Dho’ifah (Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani)
11. Kitaabut Tauhid (Syaikh Muhammad bin Sulaiman Attamimi)
12. ‘Ilmu Ushuulul Bida’ (Syaikh Ali Hasan Al-Halabi Al-Atsari)
13. Minhajul Muslim (Syaikh Abu Bakr al-Ja-za’iri)
14. Al-Qadhaa Wal Qadar (Syaikh Muhammad al-’Utsaimin)
15. Rosaa’il at-Taujihat al-Islamiyyah (Syaikh Muhammad Jamil Zeeno)
16. Ahkamul Jana’iz (Syaikh Muhammad Nashi-ruddin al-Albani)
2. Tafsir Ibnu Katsir
3. Tafsir al-Qurthubi
4. Shahih al-Bukhari
5. Shahih Muslim
6. Al-Musnad Imam Ahmad
7. Sunan Abi Daud
8. Sunan at-Tirmidzi
9. Shahih al-Ahadits al-Qudsiyyah (Syaikh Musthofa al-’Adawi)
10. Silsilah al-Ahadits adh-Dho’ifah (Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani)
11. Kitaabut Tauhid (Syaikh Muhammad bin Sulaiman Attamimi)
12. ‘Ilmu Ushuulul Bida’ (Syaikh Ali Hasan Al-Halabi Al-Atsari)
13. Minhajul Muslim (Syaikh Abu Bakr al-Ja-za’iri)
14. Al-Qadhaa Wal Qadar (Syaikh Muhammad al-’Utsaimin)
15. Rosaa’il at-Taujihat al-Islamiyyah (Syaikh Muhammad Jamil Zeeno)
16. Ahkamul Jana’iz (Syaikh Muhammad Nashi-ruddin al-Albani)
--------------------------------ooOoo--------------------------------
Klik Untuk Lihat Rumah/Tanah Dijual: areabogor.com

Comments
Post a Comment